google.com, pub-3025914915219646, DIRECT, f08c47fec0942fa0 suarakolaka: Puluhan Hektar Hutan Mangrove Terancam Punah.

Total Pengunjung

Selasa, Desember 13, 2011

Puluhan Hektar Hutan Mangrove Terancam Punah.

Kolaka. Puluhan Hektar hutan mangrove yang terhampar disemenanjung pantai Desa Tambea hingga Desa Sopura Kecamatan Pomalaa Kab. Kolaka diperkirakan akan punah. Punahnya hutan mangrove ini sebagian besar disebabkan akibat penggusuran dan penimbunan lahan yang digunakan sebagai stockpile (penampungan ore nikel) yang berasal dari lokasi tambang sebelum diangkut keatas kapal yang akan dikirim keluar negeri.
Selain penggusuran, mangrove jenis bakau ini juga mengalami kehancuran akibat abrasi yang terjadi pada pesisir pantai yang materialnya berupa lumpur merah yang berasal dari tanah di lokasi tambang yang hanyut saat musim hujan terjadi. Hal ini diakibatkan karena  minimnya Dam yang berfungsi sebagai filter terhadap banjir sebelum turun ke laut.  
Menanggapi masalah tersebut, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH)Kab. Kolaka, Mustajab, SE.M.Si yang ditemui membenarkan banyaknya hutan mangrove yang punah karena sebagian besar akibat ulah perusahaan tambang. Menurutnya terjadinya kerusakan terhadap ekosistem tumbuhan mangrove di kecamatan Pomalaa seharusnya tidak sepenuhnya dilakukan oleh para perusahaan tambang ore nikel, namun juga merupakan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah yang ada di daerah tersebut. “ terhadap kerusakan ekosistim mangrove disana (Pomalaa) sebenarnya menjadi dilema bagi kita di BLH karena untuk memberikan sangsi sepenuhnya kepada perusahaan tambang, sebab lahan bakau yang rusak itu adalah lahan masyarakat yang dibuktikan dengan SKT bahkan ada yang memiliki Sertifikat Tanah.bahkan sebahagian masyarakat mengaku jika bakau tersebut ditanam oleh mereka terdahulu. Jadi kita mau berikan sangsi kepada siapa? “Tanya Mustajab. Namun dirinya juga menambahkan jika bakau yang rusak akibat perusahaan tambang maka dia akan melakukan teguran kepada perusahaan pemilik Ijin Usaha Pertambangan yang melakukan penggusuran maupun penimbunan bakau untuk dijadikan stockpile.  “ kami telah menghimbau kepada para pemilik IUP untuk tidak melakukan pengrusakan terhadap hutan bakau yang ada disekitar tambang serta membuat talut penahan air saat hujan tiba, agar lumpur tersebut tidak langsung turun laut. “ujarnya.
Imam, Pemerhati Lingkungan asal Universitas Haluoleo yang ditemui di Pomalaa kemarin mengutuk keras atas tindakan yang dilakukan oleh perusahaan tambang yang dengan sengaja merusak ekosistim lingkungan dikawasan areal pertambangan. Kepada media dirinya berjanji akan melakukan upaya hukum atas tindakan yang sangat merugikan kelestarian lingkungan. “untuk mengantisipasi semakin luasnya kerusakan hutan mengrove di Kecamatan Pomalaa, terlebih dahulu kita harus menolak pengalih fungsi kawasan pesisir. utamanya Untuk kepentingan pertambangan yang hanya menguntungkan segelintir orang saja. termasuk pembangunan pelabuhan yang berfungsi untuk industri pertambangan harus dihentikan dan diberikan sangsi tegas. Sebab bagaimanapun kerusakan ini sangat merugikan masyarakat luas terutama warga pesisir yang menggantungkan hidupnya dilaut sebagai nelayan. “ ujar Imam.  Lanjutnya, kita bisa membandingkan beberapa tahun silam penghasilan masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan yang mampu menghasilkan tangkapan ikan hingga ratusan ikat dalam semalam. Namun sekarang sepertinya hanya kenangan saja. Bahkan jika nelayan mencari ikan dalam semalam hanya bisa mencapai sepuluh ikan, itupun sudah kecil. Artinya pendapatan masyarakat nelayan kita di kawasan pertambangan sudah tidak dapat mereka harapkan lagi. Ini disebabkan akibat rusaknya terumbu karang yang diakibatkan oleh tercemarnya air laut yang diakibatkan oleh lumpur merah yang berasal dari limbah tambang. Dan jika hal ini dibiarkan, dapat memunculkan konflik ditengah masyarakat akibat kesenjangan hidup.” Ujarnya. (RL)