google.com, pub-3025914915219646, DIRECT, f08c47fec0942fa0 suarakolaka: Beredar Isu Kasus Bupati Kolaka akan di SP3-kan. Benarkah Tak Cukup Bukti?

Total Pengunjung

Kamis, Agustus 25, 2011

Beredar Isu Kasus Bupati Kolaka akan di SP3-kan. Benarkah Tak Cukup Bukti?

Kolaka. Beredar Isu Kasus yang penimpa Bupati Kolaka H. Buhari Matta yang oleh Kejaksaan Agung RI telah ditetapkan sebagai tersangka, kini akan di SP3 kan. Kasus yang menimpa Bupati Kolaka 2 Periode itu, terkait dugaan Penyalahgunaan jabatan tentang pengelolaan pertambangan di Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Pulau Lemo tanpa ijin Menteri Kehutanan  dan dugaan menerima suap Rp. 5 milyar rupiah dari salah satu mitra kerjanya Atto Sakmiwata Sampetoding.
Menurut informasi yang diterima bahwa Jika Kejaksaan Agung tidak mendapatkan cukup bukti saat penyidikan dan pemeriksaan  dalam kasus tersebut maka pihak Kejaksaan berhak mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), meskipun status tersangka kepada Buhari Matta telah disandang sebelumnya.
Menanggapi adanya isu akan dikeluarkannya SP3 oleh pihak Kejaksaan, Ruslan, SH  Kasi Intel Kejaksaan Negeri Kolaka, saat ditanya (25/8) di Kantor Kejaksaan Negeri Kolaka   menanggapi  jika sebenarnya proses penyidikan terhadap Kasus yang Menimpa Bupati Kolaka masih berjalan. Namun sampai saat ini penyidikan tersebut diserahkan kepada kejaksaan Daerah dalam melakukan penyidikan perkaranya, tujuannya untuk mengetahui seberapa besar kerugian Negara yang ditimbulkan akibat kebijakan yang diambil oleh Buhari. “ jika dalam penyidikan ditemukan kerugian Negara, maka pihak kejaksaan baru mengajukan ijin kepada presiden untuk melakukan pemeriksaan kepada Bupati Kolaka. Demikian pula jika kerugian Negara tidak ditemukan, maka Kejaksaan berhak mengeluarkan SP3 terhadap kasus Buhari Matta karena indikasinya tidak cukup  bukti.” Kata Ruslan. Dikatakannya pula untuk penyidikan kasus Bupati Kolaka diserahkan kepada Kejati Sultra. Ditanya mengenai penetapan status tersangka kepada Buhari Matta yang sebagian kalangan menganggap ‘terlalu dini’, Ruslan menjawab siapa bilang penetapan itu terlalu dini? Itukan sudah ada bukti awal dari keterangan saksi saksi, meskipun Bupati Kolaka sendiri belum dilakukan pemeriksaan. Namun yang jelas ada bukti awal yang telah ditemukan. ujar Ruslan.
Pernyataan tentang isu SP3 dalam Kasus Buhari Matta, Ketua LSM Forum Swadaya Daerah (Forsda) angkat bicara. Menurut Jabir Lukuapi, kasus yang menimpa Bupati Kolaka, H. Buhari Matta memanglah merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 50 ayat (3) huruf (g) dan Pasal 78 ayat (6). Hal tersebut terlihat dari kebijakan yang dikeluarkan Buhari Matta kepada Perusahaan Cinta Jaya yang mengelola Pulau Lemo yang masuk dalam status  Kawasan Hutan Konservasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL)  Pulau Padamarang  dianggap kebablasan. Hal ini berdampak pada kerusakan ekosistem yang ada dalam kawasan tersebut. Selain itu Kejaksaan Agung RI telah memiliki data tentang dugaan keterlibatan  Buhari Matta menerima sejumlah dana dari Atto S   Sampetoding yang merupakan  salah satu pengusaha tembang nikel yang bekerja di Kecamatan Pomalaa beberapa waktu yang lalu. Menurutnya jika  Kejaksaan mengeluarkan SP3 dalam kasus tersebut, ini akan membuat preseden buruk bagi aparat hukum utamanya Kejaksaan Agung dimata masyarakat. “ kami telah menjalin kerjasama dengan Walhi Sultra dan Walhi Pusat untuk membentuk tim investigasi dan pencari fakta dalam kasus kerusakan di TWAL Pulau Lemo. Sedangkan untuk dugaan Suap yang diterima oleh Bupati Kolaka, Pihak ICW akan turut serta dalam tim tersebut. Hal ini dimaksudkan agar penanganan proses hukum pada kasus yang menimpa Bupati Kolaka dapat benar benar independen dan transparan.” Ungkap Jabir. Dikatakannya, Jika pihak Kejaksaan akan mengeluarkan SP3 dalam kasus tersebut, itu boleh dan sah sah saja, asalkan prosedur dan alasan yang diambil benar benar sesuai dengan fakta yang ada. “ silahkan dikeluarkan SP3 asalkan Kasus yang menimpa Bupati Kolaka benar benar tidak cukup bukti yang kuat. Sebab tim independen yang telah terbentuk nantinya juga akan bekerja. Dan jika tim tersebut menemukan alasan dan bukti yang kuat dan mengarah pada tindak pidana, maka kami akan melakukan upaya hukum selanjutnya. Kata Jabir.
Munculnya Polemik di Pulau Lemo berawal dari permohonan Direktur PT. Cinta Jaya, H.M.Yunus Kadir kepada Bupati Kolaka Nomor :003/PTCJ-MKS/VI/2007 tertanggal 11Juni 2007 perihal permohonan penggunaan kawasan pulau Lemo untuk kepentingan pertambangan. Padahal  Pulau Lemo yang luasannya 38 Ha berada dalam kawasan Konservasi dan berfungsi sebagai Taman Wisata Alam Laut (TWAL) berdasarkan Surat Keputusan Mentri Kehutanan RI Nomor : 94/Kpts-II/2003 tertanggal 19 maret 2003 tentang penunjukan areal hutan Kepulauan Padamarang seluas kurang lebih 36.000 Ha terletak di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi tenggara sebagai kawasan hutan Konservasi dengan fungsi Taman Wisata Alam Laut (TWAL), dan pulau lemo termasuk dalam kawasan TWAL Kepulauan Padamarang tersebut,  ironisnya, Bupati Kolaka langsung mengeluarkan Izin KP kepada PT. Cinta Jaya Nomor : 146 tahun 2007 tertanggal 28 Juni 2007 dalam kawasan TWAL Kepulauan Padamarang dan oleh PT Cinta jaya langsung direspon dengan melakukan kegiatan Pertambangan ore Nikel.

Dugaan alasan Bupati Kolaka dalam mengeluarkan ijin KP kepada PT Cinta Jaya adalah dengan Surat  Bupati Kolaka, Nomor : 522/1417 tanggal 7 Mei 2007 kepada Menteri Kehutanan yang isinya permohonan rencana penggunaan lahan kawasan Konservasi untuk kepentingan pertambangan. Namun sayangnya  surat Menhut RI Nomor : S.510/MENHUT-VII/2007 tanggal 7 Agustus 2007 yang ditandatangani Menhut, M S Kaban, tentang Surat Bupati Kolaka No. 522/1417 tanggal 7 Mei 2007 yang bermohon meminta penggunaan Lahan Kawasan Hutan Konservasi Untuk Kepentingan Pertambangan ditolak. Pada surat tersebut, terhadap permohonan Bupati Kolaka, pada poin angka dua dijelaskan bahwa hasil telaah terhadap areal yang dimohon Bupati Kolaka, berdasarkan peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Sulawesi tenggara skala 1 : 250.000, seluruhnya berada pada kawasan Hutan Konservasi ( Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam ). Sedangkan pada poin angka lima pada surat tersebut, dengan tegas menyatakan bahwa, sehubungan hal-hal tersebut diatas, maka permohonan Bupati untuk penggunaan Kawasan Hutan Konservasi untuk kepentingan pertambangan Biji nikel dan Onix di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara tidak dapat dipertimbangkan dan permohonan ditolak. Areal kawasan yang dimaksudkan surat penolakan Menhut mencakup semua areal Kawasan yang dimohonkan Bupati Kolaka.

Jika mengacu pada Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 50 ayat (3) huruf (g) dan Pasal 78 ayat (6) barang siapa yang melakukan kegiatan penyelidikan Umum, atau ekplorasi, atau eksplotasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa seizin Mentri Kehutanan (Menhut). diancam dengan sangsi Pidana penjara paling lama 10 tahun dan Denda paling banyak 5 Milyar rupiah.
Dengan dasar tersebut maka kerusakan yang diakibatkan oleh Pertambangan di Pulau Lemo, diduga  akibat kebijakan yang dilakukan Bupati Kolaka. Kini saatnya pihak Kejaksaan Agung RI dapat membuktikan jika kebijakan tersebut dianggap melawan hukum atau tidak. (Rl)